Dolar AS Kian Ganas, 'Lini Belakang' Rupiah Bakal Kerja Keras

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia finis bervariasi pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, sementara rupiah masih bisa selamat dengan penguatan tipis.
Kemarin, IHSG ditutup melemah signifikan yaitu 1,08%. Padahal indeks saham utama Asia lainnya cenderung menguat, seperti Nikkei 225 (0,37%), Hang Seng (0,38%) Shanghai Composite (0,61%), dan Kospi (0,23%).


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,03% di perdagangan pasar spot. Penguatan tipis itu sudah membuat rupiah menjadi mata uang terbaik ketiga di Asia, karena mata uang utama Benua Kuning lainnya terdepresiasi.
Namun meski finis di jalur hijau, sejatinya rupiah lebih banyak menghabiskan waktu dalam stagnasi. Bahkan rupiah sempat melemah walau hanya beberapa saat.


Tekanan yang dialami IHSG dan rupiah disebabkan oleh sikap investor yang melakukan ambil untung. Sebelum koreksi kemarin, IHSG sudah menguat selama tiga hari beruntun dengan kenaikan mencapai 2,68%.
Sedangkan rupiah juga sama, terapresiasi selama tiga hari berturut-turut. Penguatannya hampir mencapai 1%, tepatnya 0,99%.
Ini membuat investor merasa keuntungan yang diperoleh sudah cukup tinggi. Tergiur, pelaku pasar pun memilih untuk mencairkan cuan. Tekanan jual menyebabkan IHSG dan rupiah melemah.
Selain itu, arus modal juga sedang memihak dolar AS. Maklum, mata uang Negeri Paman Sam sudah lumayan lama teraniaya.
Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,33%. Lalu selama sebulan ke belakang, pelemahannya mencapai 0,4%.
Artinya, sekarang dolar AS sudah relatif lebih murah. Investor pun tergoda untuk kembali mengoleksi mata uang ini. Arus modal berkerumun di sekitar dolar AS sehingga yang lain tidak kebagian, termasuk IHSG dan rupiah. 

Comments

Popular posts from this blog

9 Most Beautiful Beaches In Europe You Should Visit This Summer

Why US-Iran tensions could quickly escalate into a crisis